Rabu, 28 April 2010

PKL (Pedagang Kaki Lima)

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL
adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak.
Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima.
Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).
Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya.

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki.
Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan.
Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki.

Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci.

Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi.
Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko.
Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.

Adapun di Kabupaten Indramayu sepanjang sejarah belum pernah terjadi bentrokan antara PolPP dengan pelanggar Perda (PKL), dalam event2 tertentu penertiban dilakukan dengan cara-cara persuasif sebagai berikut :
1. Mengundang instansi terkait dan perwakilan PKL
2. Membuat/mengedarkan surat himbauan(sambil mendata juml real PKL ) kepada seluruh PKL di tempat2 tertentu yang dianggap rawan K3.
3. Monitoring dan teguran lisan (personal persuasif)yang sifatnya mengingatkan agar mengindahkan surat edaran sebagaimana tersebut diatas.
3. Monitoring dilaksanakan minimal 3 kali, bila dipandang perlu terhadap pelanggar diberikan teguran tertulis 1,2 dan 3. (teguran tertulis belum terjadi)
4. tindakan terakhir (belum terjadi) adalah penggusuran yang berarti membantu memindahkan barang dagangannya ke tempat yang semestinya (tanpa penyitaan).

Hal tersebut dilakukan semata-mata karena itulah tugas PolPP, disisi lain para PKL adalah sebagian besar masyarakat ekonomi lemah yang mencari penghidupan untuk keperluan sehari-hari yang harus kita bina dan bimbing agar usahanya lancar dan nyaman .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar